Peran Pemimpin dalam Mengelola Perubahan, Stress & Konseling
Oleh : Aris Nurdiyanto
PENDAHULUAN
Dalam suatu
organisasi khususnya yang bersifat bisnis atau komersial, umunya aktifitas
didalamnya sangat dinamis. Perubahan perubahan terus terjadi, dalam hal ini
perubahan yang mengarah kepada upaya perbaikan organisasi itu sendiri. Namun
demikian pergerakan perubahan tersebut tentu menimbulkan efek yang positif
maupun negatif. Tidak semua karyawan dengan cepat mampu beradaptasi terkait perubahan
di tempat pekerjaannya,
bahkan cukup sulit mengendalikan diri untuk terhindar dari kondisi – kondisi yang mengakibatkan
terjadinya stres
dan memiliki
kekuatan yang besar dari semangat perubahan.
Tidak semua orang
yang suka akan perubahan, walau begitu perubahan tidak bisa dihindarkan. Artinya
semua itu harus dihadapi, sehingga opsi yang terbaik dilakukan adalah bagaimana
mampu menciptakan manajemen perubahan agar proses dan dampak dari perubahan
tersebut mengarah pada hal yang positif serta dapat diterima oleh seluruh
bagian organisasi (perusahaan).
Menyadari bahwa
perubahan itu akan terus terjadi, maka penanganan/manajemen terhadap perubahan
tersebut seyogyanya di lakukan secara berkesinambungan atau terus menerus. Ini
penting menurut kami, karena karyawan yang tidak siap menghadapi perubahan akan
mengalami ketidakstabilan individu yang mengarah pada kondisi stres. Begitu
pula bagi pemimpin akan menghadapi kondisi yang sama, karena secara tidak
langsung akan mempengaruhi setiap kebijakan, arahan dan pembinaan yang
dilakukan. Dari pengalaman kami, hal ini sangat menguras waktu dan tenaga.
Memperhatikan
bahasan materi sebagaimana pandangan kami diatas, maka cukup menarik untuk dibahas
peran pemimpin dalam menghadapi perubahan sekaligus mengelola perubahan, stress
dan konseling. Adapun bahasan kami adalah sebagai berikut :
BAHASAN MATERI
Secara sederhana yang akan di
bahas adalah pemahaman mengenai hal – hal yang berkaitan dengan perubahan,
stress dan konseling dalam sebuah perusahaan. Mulai dari pengertian masing –
masing item dan juga keterkaitan satu dengan yang lain. Selanjutnya akan di
bahas pula pemahaman terkait kepemimpinan dan peran yang dapat dilakukan pada konteks
permasalahan perubahan, stress dan konseling itu sendiri. Menurut william p
anthony at. al. dalam buku HRM a
Strategic Approach (1999:19) disebutkan bahwa dalam era modern di butuhkan
fungsi seluruh Manager adalah menjadi Manager HR. Makna yang diperoleh dari
pendapat tersebut adalah pemimpin harus mampu memahami seluruh permasalahan dan
memberikan solusi dengan pendekatan personal walaupun bidang kerja yang di
tangani adalah bukan masalah personalia. Hal ini penting berkenaan dengan
kemampuan menghadapi perubahan dan segala hal yang terkait dengan pengaruh yang
akan timbul.
Perubahan Organisasi
Menurut Mohyi (2013:203) perubahan organisasi adalah
perubahan yang berkaitan dengan pengembangan, perbaikan maupun penyesuaian yang
meliputi struktur, teknologi, sistem manajemen suatu organisasi. Organisasi bisnis biasanya bergerak pada
situasi atau kondisi yang cenderung maju, mundur atau stagnan. Dimana secara
umum hal tersebut dilihat dari profit atau perkembangan sekala usahanya. Disadari
atau tidak, jelas kondisi tersebut menggambarkan akan adanya suatu dinamika
yang dapat di istilahkan sebagai perubahan. Hal ini sesuai pendapat Greenber
dan Baron, (2003:590) dalam Wibowo, (2006:90) bahwa perubahan adalah perubahan
organisasional yang merupakan transformasi secara terencana atau tidak
terencana di dalam struktur organisasi, teknologi dan atau orang.
Perubahan
muncul dapat terjadi dikarenakan beberapa pengaruh atau dorongan. Seperti
tuntutan konsumen dan kompetisi, regulasi teknologi, pergerakan pasar, strategi
baru, perubahan struktur manajemen, kondisi makro ekonomi, kondisi politik dll.
Dinamika bisnis yang sangat dinamis, memunculkan tekanan yang secara tidak
langsung menyebabkan aktifitas perusahaan juga meningkat. Penyebab atau tekanan
untuk berubah bukan hanya karena faktor internal, tetapi juga faktor external
perusahaan. Faktor eksteren misalnya perkembangan ilmu pengetahuan dan inovasi
dari pengelola organisasi itu sendiri (Mohyi, 2013:203)
Apabila di cermati perubahan –
perubahan yang terjadi dalam organisasi bisa dikatergorikan dalam tingkatan
atau level kecil, menengah dan besar. Gambaran mudahnya adalah, perubahan
tersebut dapat terjadi pada tingkat individu, tingkat organisasi atau justru
pada seluruh tingkatan dalam konteks
keseluruhan di perusahaan.
Artinya efek dari perubahan tersebut akan beragam sesuai dengan level
atau tingkatan perubahan yang terjadi. Sehingga setidaknya harus di pelajari
kekuatan – kekuatan yang mendorong perubahan itu sendiri. Sesuai pendapat
Kreitner dan Kinichi (2005:448) bahwa organisasi menghadapi banyak kekuatan
untuk perubahan yang berbeda. Kekuatan baik yang berasal dari internal maupuan
external organisasi.
Mencermati akan pemahaman
perubahan secara general yang kemudian dikaitkan dengan kepemimpinan, dirasa
akan sangat menarik untuk di bahas. Alasan penulis adalah, posisi pemimpin
umumnya sebagai jembatan antara pihak pemilik perusahaan dengan karyawan. Artinya
dengan kondisi perubahan yang ada dan juga munculnya kepentingan – kepentingan
individu, peran pemimpin sangat di butuhkan di situasi ini. Oleh karena itu
perlu di pahami terlebih dahulu terhadap apa saja yang berkenanaan dengan
perubahan khususnya perubahan organisasi perushaaan.
- Tujuan Perubahan
Beberapa
tujuan dari adanya atau munculnya perubahan dapat di rumuskan diantaranya
sebagai berikut (Mohyi, 2013:204) :
- Untuk menciptakan efisiensi, khususnya terkait efisiensi biaya operasional
- Untuk menyesuaikan diri dengan perubahan eksternal.
- Untuk meningkatkan kemampuan organisasi dalam mempertahankan faktor yang mempengaruhi.
- Untuk memodifikasi pola perilaku individu dan kelompok dalam organisasi
Menurut Sujak
(1990;335) perubahan organisasi pada dasarnya mempunyai tujuan agar organisasi
dapat beradaptasi dengan lingkungannya, dan dapat mengubah sikap serta perilaku
pegawainya. Dimana tujuan
akhirnya adalah perubahan organisasi agar pegawai dapat bekerja dengan
produktif untuk mencapai misi organisasi. Dapat diartikan pula bahwa perubahan
organisasi adalah suatu proses baik material mupun nonmaterial yang secara
optimal dapat mencapai tujuan organisasi.
Pentingya
tujuan perubahan menurut Wibowo (2006:93) suatu perubahan sebenarnya harus
mempunyai tujuan yang jelas sehingga menuju kondisi yang diharapkan. Tujuan
perubahan untuk memperbaikai kemampuan organisasi untuk menyeseuaikan diri
dengan lingkungan dan mengupayakan perubahan perilaku karyawan (Robbins,
2001:542 dalam Wibowo, 2006:93).
- Sumber – sumber perubahan dan Kekuatan – kekuatan untuk berubah
Bangkitnya
globalisasi dengan munculnya teknologi – teknologi baru, perpindahan
demografis, tumbuhnya pasar baru dan sekutu – sekutu baru dalam kecepatan
tinggi menjadikan dasar organisasi harus beradaptasi untuk bertahan (Ivancevich
dkk, 2007:289). Artinya
terdapat pengaruh yang sangat kuat dari luar terhadap organisasi sehingga
mendorong organisasi tersebut untuk ikut berbenah.
Secara
terperinci Mohyi (2013:205) menyebutkan bahwa sumber perubahan suatu organisasi
berasal dari dua sumber, yaitu :
- Sumber intern organisasi
Dalam hal ini misalnya kreatifitas
dan inovasi manager, sumbangan pemikiran karyawan, tumbuhnya organisasi,
kemampuan dan kemauan karyawan yang tinggi untuk berubah.
- Sumber ektern organisasi
Dalam hal ini misalnya
perkembangan teknologi, peraturan pemerintah, perubahan politik dan sosial
budaya, perkembangan ekonomi, perubahan sikap konsumen dll.
Artinya perubahan organisasi
tersebut dapat di pengaruhi oleh faktor – faktor yang memang berasal dari luar
atau juga berasal dari internal organisasi itu sendiri.
Sedangkan menurut Kreitner dan
Kinichi (2005:449) mengemukakan bahwa kebutuhan akan perubahan di pengaruhi
oleh external forces dan internal forces yaitu :
1. External forces
Yaitu kekuatan yang berasal
dari luar orgaisasi, diantaranya ;
o Karakteristik demografis, terkait dengan umur, pendidikan,
ketrampilan, gender, migrasi dll.
o
Kemajuan teknologi, misalnya terkait dengan teknologi
iformasi
o Kekuatan pasar, sebagai contoh adanya persaingan domestik dan
internasional, resesi ekonomi, adanya merger dan atau akuisisi.
o Tekanan sosial dan politik, umumnya terkait dengan perubahan sosial
politik di suatu negara atau kondisi suatu wilayah.
2. Internal forces
Yaitu kekuatan yang berasal
dari dalam orgaisasi
- Permasalahan SDM, hal ini terkait dengan produktifitas dan konflik yang mengarah kepada kecocokan antara kebutuhan dan keinginan individu dengan organisasi.
- Keputusan Manajerial, umumnya terkait dengan adanya konflik, kepemimpinan yang tidak sesuai, sistem penghargaan yang tidak adil dan kebutuhan reorganisasi.
- Penolakan Perubahan
Perlawanan
terhadap perubahan merupakan hal yang umum terjadi. Menurut Sujak (1990:340)
disebutkan bahwa terdapat dua kategori perlawanan terhadap perubahan, yaitu :
A. Perlawanan Individu
Biasanya disebabkan adanya
rasa takut untuk tidak dapat mengembangkan suatu ketrampilan baru dan
konsekuensi perilaku yang di butuhkan. Secara rinci disebutkan bahwa penyebab
utama perlawanan individu adalah :
ü Kepentingan
diri sendiri (takut kehilangan suatu nilai)
ü Kesalahfahaman
atau kurang percaya (umumnya karena tidak memahami implikasi perubahan)
ü Penilaian
yang berbeda (adanya penafsiran yang berbeda pada situasi tertentu)
B. Perlawanan Organisasi
Organisasi pada umumnya
membatasi inovasi, agar hal hal tertentu dapat berjalan secara konsisten
dantidak ada hambatan. Adapun alasan secara umum organisasi menolak perubahan
adalah sebagai berikut :
Ø
Ancaman
terhadap kekuasaan
Ø
Keterbatasan
sumber daya materiil dan non materiil
Ø
Adanya
kesepakatan bisnis dengan organisasi lain
Pendapat
yang hampir sama dikemukakan oleh Kreitner dan Kinichi (2005:465). Secara umum dikemukanan mengapa karyawan
menolak perubahan di tempat kerja, diantaranya :
·
Kecenderungan
individu terhadap perubahan
·
Kejutan
dan ketakutan terhadap suatu yang tidak di kenal
·
Iklim
ketidak percayaan
·
Ketakutan
dan kegagalan
·
Kehilangan
status dan atau keamanan pekerjaan
·
Tekanan
dari rekan
·
Gangguan
terhadap tradisi budaya atau hubungan kelompok
·
Konflik
kepribadian
·
Kurangnya
taktik atau penentuan waktu yang buruk
·
Sistem
penghargaan yang tidak memperkuat/positif
Sedangkan
secara ringkas Robbin dan Coulter (2007:15) menyebutkan bahwa kecenderungan
penolakan terhadap perubahan karena tiga alasan; ketidakpastian, kekawatiran
akan kerugian pribadi dan keyakinan bahwa perubahan itu tidak menguntungkan
organisasi.
Dari uraian
tersebut diatas jelas bahwa tidak mudah untuk menerima setiap perubahan.
Seperti yang penulis sampaikan di awal
bahwa kita tidak bisa menghindar dari perubahan. Karena seakan akan perubahan tersebut menjadi
ancaman bagi orang dalam organisasi.
- Mengatasi penolak perubahan
Greeberg
dan Baron (2003:604) dalam Wibowo (2006:135) memberikan pedoman untuk mengatasi
perlawanan terhadap perubahan secara organisasional :
o
Membentuk
dinamika politik, dalam hal ini di butuhkan dukungan penguasa tertinggi.
o
Identifikasi
dan menetralkan penolak perubahan, secara terencana berupaya menetralkan mereka
yang menolak perubahan
o
Mendidik
angkatan kerja, harus mendidik karyawan akan arti perubahan bagi individu dan
organisasi tempat mereka bekerja.
o
Mengikutkan
pekerja pada usaha perubahan, umumnya orang yang berpartisipasi dalam membuat
keputusan cenderung akan komitmen dengan hasil keputusan.
o
Menghargai
perilaku konstruktif, yaitu memberikan penghargaan pada orang yang berperilaku
seperti yang dinginkan.
o
Menciptakan
organisasi pembelajaran, organisasi harus mengembangkan kapasitas untuk
menerima dan berubah secara berkelanjutan.
o
Memperhitungkan
situasi, bahwa pendekatan yang dilakukan harus sesuai dengan situasi yang di
hadapi.
Pendapat
yang sama juga di kemukakan oleh Mohyi (2013:207) yang secara ringkas
menyebutkan bahwa terdapat beberapa cara mengatasi sikap penolakan, diantaranya
:
1. Dengan pengadaan program pendidikan,
pelatihan dan komunikasi yang baik bagi seluruh individu dalam organisasi
2. Mengikutsertakan penolak dalam perencanaan
dan implementasi
3. Mencari dan menggunakan metode,
ketrampilan yang mendukung terjadinya perubahan.
4. Mengadakan negoisasi dan persetujuan
dengan para penolak yang dianggap paling berbengaruh
5. Melakukan paksaan secara implisit atau
explisit.
6. Mengadakan manipulasi dan kerjasama dengan
koordinasi dan pemberian informasi yang baik.
Inti dari upaya – upaya
mengatasi penolak perubahan tersebut adalah bagimana menciptakan kondisi
individu dan organisasi tetap berjalan dengan baik atau normal tanpa
mempengaruhi pada rutinitas. Walaupun hal tersebut kemungkinan cukup sulit,
akan tetapi harus selalu di upayakan cara – cara terbaik dalam menyelesaikan
setiap perubahan yang ada. Disinilah nantinya akan di bahas peran pemimpin
dalam menyikapi situasi perubahan dan penolakan perubahan.
Stres
Stres menurut Kreitner dan
Kinichi (2005:351) secara formal mendefinisikan stres sebagai suatu respon yang
adaptif, dihubungkan oleh karakteristik atau proses psikologis individu yang
merupakan suatu konsekuensi dari setiap tidanakan eksternal, situasi atau
peristiwa yang menempatkan tuntutan psikologis dan atau fisik khusus pada
seseorang.
Stres adalah tekanan fisik dan
psikologi yang dirasakan seoseorang ketika mengalami permintaan yang luar biasa,
hambatan, atau peluang dimana hasilnya dianggap tidak pasti dan penting (Robbin
dan Coulter, 2007:22). Stres bisa berdampak positif, tetapi bisa juga berdampak
negatif. Stres dapat berdampak positif ketika stres menjadi suatu pembangkit
motivasi kita untuk melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan yang berpengaruh
negatif adalah ketika stres menjadikan kita tidak percaya diri, marah-marah,
sehingga terkadang, stres membuat kita sakit kepala.
Luthan (2006:441) menyebutkan
bahwa dalam kaitannya dengan kerja, maka stres dapat berarti suatu respon
adaptif pada suatu situasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik,
psikologis dan tingkah laku bagi para partisipan organisasi. Lebih lanjut di
simpulkan oleh Mohyi (2013:157) stres kerja adalah perasaan tertekan atau suatu
ketegangan mental (psikologi) seseorang terkait dengan pekerjaan yang terjadi
karena pengaruh situasi atau peristiwa diri dan lingkungan, baik lingkungan
pekerjaan maupun di luar pekerjaan. Selanjutnya akan di bahas beberapa hal yang
terkait dengan stres dalam pekerjaan.
- Tanda – tanda stres dan faktor penyebab stres
Stres di
tempat kerja mempunyai bermacam – macam sumber misalnya secara organisasi
dipengaruhi oleh lingkungan fisik, konflik yang dialami dan ketidakpastian.
Sedangkan secara pribadi dipengaruhi oleh harga diri yang berlebihan, kemampuan
dan kebutuhan serta karakteristik kepribadian (Sujak, 1990:180). Penyebab stres
menurut Heller dab Findle (1998:780) dalam Wibowo (2006:53) diantaranya
dikarenakan adanya perubahan masyarakat, perubahan organisasi, perubahan
kebiasaan, dan perebdaan pekerjaan (analisis pekerjaan).
Lebih
terperinci disebutkan oleh Mohyi (2013:158) bahwa terjadinya stres pada
sesorang dapat di ketahui dengan indikasi tertentu, dimana dapat dikelompokkan
menjadi 3 bagian yaitu :
- Gejala fisiologis, di tandai dengan tekanan darah meningkat, denyut jantung cepat, keluar air seni yang banyak, keringat berlebihan, ketegangan otot, napas pendek, tersengal sengal, sakit perut, muntah – muntah dan sakit kepala.
- Gejala Psikologis, ditandai dengan tumbuhnya rasa gelisah, kekawatiran yang tidak rasional, bosan, cepat marah, tidak tenang, pesimistis, sedih dll.
- Gejala Perilaku, ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku misalnya, banyak minum-minuman keras, tidak bisa tidur, bicara tidak tenang, menjadi perokok atau intensitas merokok meningkat, menunda pekerjaan atau menghindari pekerjaan.
Sedangkan Hani dan Handoko
(2002) dalam Mohyi (2013:159) mengkategorikan bahwa stress disebabkan karena
kondisi kerja dan karena masalah di luar pekerjaan. Secara rinci adalah sebagai
berikut :
· Stress
karena kondisi kerja; dipengaruhi oleh beban kerja yang berlebihan, tekanan
waktu, kualitas supervisi yang jelek, iklim politis yang tidak aman, umpan
balik pelaksanaan kerja yang tidak memedai, frustasi, konflik individu dan
kelompok, dll
· Stress
karena masalah di luar pekerjaan; misalnya kekuatiran finansial, masalah anak,
masalah fisik, masalah perkawinan dll.
Dari uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa stres tidak muncul begitu saja, ada banyak faktor yang
mempengaruhi atau yang mengakibatkan munculnya stres. Pengaruh tersebut dapat
muncul dari individu, lingkungan pekerjaan atau bahkan dari luar pekerjaan.
- Akibat stres dan hubungannya dengan produktifitas
Secara
sederhana apabila diperhatikan pada poin indikasi terjadinya stress, maka sebenarnya
akibat atau efek stress juga dapat di kelompokkan menjadi beberapa bagian,
misalnya efek secara fisiologis, efek secara psikologis dan efek secara
perilaku. Secara organisasi stres di tempat kerja dapat mengakibatkan (Wibowo,
2006:53) sebagai berikut :
1) Rendahnya kualitas pelayanan
2) Pergantian staf yang tinggi
3) Reputasi perusahaan menjadi buruk
4) Citra perusahaan menjadi buruk
5) Ketidak puasan pekerja
T. Cok (1978) dalam
Sujak (1990:185) menyebutkan pengaruh stres adalah sebagai berikut :
Kategori
|
Pengaruh
|
|
Efek
Subyektif
|
Tidak sabar, agresif, apatis, depresif, keletihan,
frustasi, malu, lekas marah, murung, rendah diri, ketakutan, tertekan, gugup,
menyendiri
|
|
|
|
|
Efek
Terhadap Perilaku
|
Mudah mendapat kecelakaan, minum minuman keras, emosional,
makan berlebihan, tidak mau makan sama sekali, menjadi perokok berat, resah,
bergemetar, tidak bisa tidur
|
|
|
|
|
Efek
terhadap kognitif
|
Tidak mampu berkonsentrasi, kurang mampu membuat
keputusan, pelupa, sensitif terhadap kritik, suka menyangkal
|
|
|
|
|
Efek
fisik
|
Meningkatnya tekanan darah dan tekanan saluran kandung
kemih, meningkatnya kadar gula, meningkatnya saluran darah ke hati, mulut
menjadi kering, membengkaknya biji atau manik mata, sesak nfas, kerongkongan
membengkak, gatal - gatal / bintik - bintik merah
|
|
|
|
|
Efek
Organisatoris
|
Absen kerja, komunikasi lemah, produktifitas rendah,
banyak kecelakaan kerja, suasana organisasi lemah, membenci pekerjaan,
pekerjaan tidak memuaskan
|
|
|
|
Sedangkan terkait dengan produktifitas kerja atau kinerja stres, Mohyi
(2013:160) menyampaikan beberapa kemungkinan.
Keterkaitan
|
||
|
|
|
Rendah
|
Kinerja rendah, karena
karyawan merasa kurang tantangan.
|
|
Muncul kebosenan
|
||
Motivasi turun
|
||
Muncul sikap tak acuh
|
||
|
|
|
Sedang
|
Kinerja meningkat, karena
karyawan merasa ada tantangan
|
|
Ketenangan serta adanya motivasi
|
||
Penyelesaian tugas sebagai bentuk tanggung jawab
|
||
|
|
|
Terlalu Tinggi
|
Rendahnya kinerja, karena karyawan akan merasa tersiksa
batinnya
|
|
Sukar tidur
|
||
Lekas marah
|
||
Kesalahan meningkat
|
||
Keraguan dalam bekerja
|
- Mengelola dan mengatasi stres
Mengelola
dan mengatasi stress daat dilakukan dengan 2 pendekatan, yaitu pendekatan
manajemen stres individual dan manajemen stres organisatoris. Sujak (1990:183)
mengklasifikasikan hal tersebut sebagai berikut :
A. Manajemen stres individual
·
Peningkatan
kesadaran diri
·
Latihan
fisik
·
Pengembangan
hobi, minat, dan persahabatan
·
Pengembangan
sikap rileks dan meditasi
·
Pengaturan
waktu dan penyelesaian konflik
·
Perubahan
sikap dan perilaku
·
Pengunduran
diri
B. Manajemen stres organisatoris
o
Penetapan
tujuan secara partisipatif
o
Ketepatan
penyeleksian dan penempatan
o
Pelatihan
o
Pusat
konseling
o
Komunikasi
terbuka
o
Informasi
jabatan
o
Dukungan
emosional positif tim
Sedangkan
apabila stres telah terjadi maka perlu dilakukan perbaikan atau pembanahan
secara bertahap. Adapun menurut Ivancevick dkk (2007:311) beberapa perbaikan
yang perlu dilakukan antara lain :
1) Program pelatihan untuk mengelola stres
2) Merancang ulang pekerjaan untuk
meminimalkan stressor
3) Mengubah gaya manajemen
4) Komunikasi dan praktik team building yang lebih baik
5) Umpan balik yang lebih baik dari kinerja
dan ekspetasi manajemen
Dari penjelasan
diatas dapat ditarik sebuah gambaran yang cukup jelas tentang bagaimana secara
individu ataupun secara organisasi dapat dikelola dengan sistem atau cara –
cara yang benar. Bahkan apabila stres telah timbul, maka dapat di lakukan
pembenahan secara bertahap dan berkesinambungan.
Konseling
Dalam ringkasan artikel
manajemen http://r-doc.blogspot.com/2010/11/manfaat-adanya-bimbingan-dan-konseling.html, Steve Cooper (2005) mendefinisikan
konseling sebagai usaha yang sengaja untuk menciptakan dan memelihara
lingkungan kerja yang dapat memberdayakan karyawan, menenangkan karyawan,
membantu atau memberikan konsultasi untuk menyelesaikan masalah mereka dengan cara
mereka sendiri. Artinya menurut penulis bahwa konseling dirancang untuk
membantu setiap orang memahami dan memperjelas pandangan hidupnya, dan belajar
mencapai tujuan yang ditentukan sendiri melalui pilihan-pilihan yang bermakna
dan penyelesaian masalah-masalah yang di hadapi.
Pendapat lain seperti halnya yang
ditulis dalam sebuah blog http://ramsesbakkara.blogspot.com/p/manajemen.html
dikemukakan oleh Gustard, 1953 (dalam Baraja, 2006 : 11) yang menyatakan bahwa
konseling merupakan suatu proses yang mempunyai orientasi pada belajar,
dilakukan dalam lingkungan sosial oleh seseorang terhadap orang lain (konselor
terhadap klien), dengan memberikan bantuan secara profesional (mempunyai pengetahuan
dalam bidangnya), serta membantu klien dengan metode yang sesuai dengan masalah
yang dihadapi klien agar dapat memahami dan menghayati tujuan yang ditetapkan
bersama dalam proses konseling sehingga klien dapat menjadi anggota masyarakat
yang lebih produktif dan bahagia.
- Tipe konseling
Dalam pelaksanaan konseling di industri tipe –
tipe yang dipakai dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh karyawan
terdapat beberapa tipe (http://boharudin.blogspot.com/2011/10/desain-praktek-konseling-industri.html)
:
1. Directive Counseling
Directive Counseling adalah proses mendengarkan
masalah emosional individu membuat keputusan bersama tentang apa yang harus dia
lakukan, dan memberitahu serta memotivasinya untuk melakukan hal tersebut.
2. Non-directive
Counseling
Non-directive counseling atau
client-centered counseling adalah proses mendengarkan karyawan sepenuhnya dan
mendorongnya untuk menjelaskan masalah emosionalnya, memahami masalah tersebut
dan menentukan tindakan-tindakan yang akan diberikan.
3. Cooperative
Counseling
Cooperative counseling tidak
seluruhnya client-centered counseling atau counselor-centered, tetapi merupakan
kerjasama saling menguntungkan antara konselor dan karyawan untuk menerapkan
perbedaan pandangan pengetahuan dan nilai terhadap masalah. Hal ini ditetapkan
sebagai diskusi yang saling menguntungkan tentang masalah emosional karyawan
dan usaha kerja sama untuk membangun kondisi yang akan memulihkan karyawan.
- Peran konseling dan langkah konseling
Konseling dalam organisasi
indutsri yang bersifat preventif, berfungsi antara lain :
·
Mendukung
karyawan dalam menghadapi perubahan organisasi
·
Sebagai
cara untuk meningkatkan kesehatan mental
·
Meningkatkan
nilai Sumber Daya Insani sebagai asset organisasi
·
Sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan
(corporate social responsibility)
·
Sebagai sumber perubahan organisasi
Sedangkan langkah – langkah konseling adalah sebagai berikut :
§
Menyatakan kepedulian atau keprihatinan dan membentuk
kebutuhan akan bantuan.
§
Membentuk hubungan
§
Menentukan tujuan dan eksplorasi pilihan
§
Menangani masalah
§
Menumbuhkan kesadaran
§
Merencanakan cara bertindak
§
Menilai hasil dan mengakhiri konseling
Kepemimpinan
(peran kepemimpinan dalam pengelolaan perubahan, stress dan konseling)
Setelah membahas apa saja yang terkait dengan adanya perubahan, stres dan konseling maka penulis berupaya
untuk melihat dari sisi kepemimpinan. Artinya peran – peran yang bisa dilakukan
oleh pimpinan dalam menghadapi situasi segala perubahan, stess dan konseling.
Adapun beberapa yang dapat penulis uraikan adalah sebagai berikut :
o
Pengertian
kepemimpinan
Mengutip penggambaran istilah
yang di gunakan Kreitner dan Kinichi (2005:299) bahwa kepemimpinan berarti
suatu proses mempengaruhi karyawan untuk secara sukarela mengejar tujuan
organisasi. Lebih jelas di sebutkan oleh Mohyi ( 2013:165) bahwa kepemimpinan
adalah kegiatanan mempengaruhi, mengorganisir, menggerakkan, mengarahkan atau
mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan suatu dalam rangka mencapai tujuan.
Sedangkan istilah pimpinan adalah seorang yang dapat mempengaruhi kelompok yang
dipimpinnya.
Dari konsep diatas maka secara
umum penulis berpendapat bahwa sangat erat kaitannya antara terjadinya
perubahan dalam suatu organisasi. Bahkan disebutkan diuraian diatas bahwa
perubahan dapat dengan mudah diadaptasi apabila pemimpin secara terbuka telah
mampu memanajemen perubahan yang ada. Khususnya pemimpin dalam hal ini adalah pemilik
suatu perusahaan. Hal ini sesuai pendapat Wibowo (2006:233) yang menyebutkan
bahwa pemimpin harus dapat bertindak sebagai sponsor, sedangkan agen di
bawahnya sebagai agen perubahan. Oleh karena itu pemimpin harus memiliki strategi terkait dengan perubahan
tersebut.
o
Peran
pemimpin dalam perubahan
Penulis berpendapat bahwa
sangat di butuhkan pemimpin yang kompeten untuk mengelola suatu bentuk
perubahan. Kompenten yang di maksut adalah mampu dan mau mengendalikan bawahan
menjadi agen perubahan yang efektif. Setidaknya pemimpin tersebut harus mampu
mengendalikan aktifitas operasional dan aktifitas yang terkait dengan SDM.
Wibowo (2006:234) menyebutkan bahwa pemimpin di tuntut untuk mampu melakukan
perubahan strategis, perubahan fundamental dengan pendekatan kultural,
partisipatif dan kepemimpinan konektif.
Seorang pemimpin yang adaptif
tentu akan menjadi sosok yang paling di butuhkan. Munculnya perubahan sebagai
akibat adanya kompetisi, kemajuan teknologi, perubahan politik, dll menjadikan
seorang pemimipin harus cepat tanggap. Pemimpin harus mampu menguasai dan
mengantisispasi semua tekanan yang muncul karena perubahan. Sujak (1990:336)
menyebutkan bahwa peran pemimpin adalah mencari jalan terbaik dan mengambil
keputusan dengan segala konsekuensi agar perubahan organisasi dapat beradaptasi
dengan lingkungan. Artinya bahwa di butuhkan sosok pemimpin yang mampu menjadi
agen perubahan, bahkan menjadi pemimpin perubahan tersebut. Disiniah peran
pemimpin yang sebenarnya di buthkan dalam setiap adanya perubahan dalam
organisasi.
Seorang
pemimpin diharapkan menciptakan budaya organisasi yang baik sekaligus harus dapat mengadopsi perubahan, aktifitas –
aktifitas baru dan selalu mau belajar dalam menghadapi tantangan berupa
perubahan dalam organisasi. Seperti apa yang disampaikan oleh Kreitner dan
Kinichi (2005:480) yang menyebutkan bahwa terkait dengan perubahan dan
pembelajaran seorang pemimpin harus mampu membangun komitment, menciptakan ide
– ide yang berpengaruh dan berusaha merealisasikan ide tersebut. Artinya setiap
perubahan yang ada menjadikan tantangan tersendiri bagi pemimpin untuk
bagaimana cara mampu menghadapi dan menyelesaikan dengan pemikiran – pemikiran
atau ide yang baik.
o
Peran
pemimpin dalam menghadapi stress
Dilihat dari kacamata
manajemen, pemimpin memiliki fungsi Planing, Organizing, Actuaating dan
Controling (POAC). Keterkaitan dengan stess kerja yang di hadapi secara
individu ataupun kelompok, maka pemimpin sangat berperan terhadap langkah –
langkah strategis yang perlu diambil. Misalnya terkait dengan perencanaan
ulang, pendelegasian wewenang, evaluasi kerja dll. Hal ini merujuk pada
pendapat Mohyi (2013:171) yang menyebutkan bahwa pemimpin dilihar dari fungsi
manajemen adalah perencanaan, pengorganisasian, pengaragan, memotivasi, pengembangan
loyalitas, pengawasan, pengambil keputusan dll.
Langkah pertama sebagai
seorang pemimpin adalah harus mampu mengenali tanda- tanda stres pada karyawan.
Secara sederhana misalnya terkait dengan sikap kerja, ketepatan kerja atau
perubahan perilaku dalam bekerja. Selanjutnya dapat mengidentifikasi penyebab
timbulnya stress dan faktor apa saja yang mempengaruhi. Dari analisa tersbut
pemimpin dapat memberikan arahan atau pengambilan keputusan yang mendorong
perbaikan terhadap stres tersebut.
Pemimpin
harus memainkan peran sebagai seorang yang mampu mengevaluasi timbulnya stres
secara positif. Hal ini
penting karena secara umum manusia pernah mengalami stress dalam kehidupannya. Artinya
pemimpin harus paham mengenai pengetahuan bagaimana mengelola stres dan menjadikan
salah satu indikator yang akan mempengaruhi keberhasilan pengelolaan organisasi
menuju organisasi yang produktif (1990:175). Secara sederhana dapat di jelaskan
bahwa pemimpin harus mengelola stres dan menjadikan bersifat kontruktif ,yang
diharapkan mampu mendorong, merangsang, dan menantang untuk aktif dan
produktif.
o
Peran
pemimpin dan konseling
Perusahaan dan industri pasti
ada unsur pimpinan dan karyawan. Agar tidak terjadi kesewenang-wenangan maka
harus terjadi hubungan yang baik antara pemimpin dan karyawan. Karyawan yang
kreatif didukung oleh peruhasaan akan menghasilkan hasil yang memuaskan.
Pimpinan menghargai, perhatian dan memotivasi karyawannya menimbulkan
keterbukaan, kejujuran, semangat dan kreatifitas tinggi. Seperti halnya
pendapat Robbin dan Coulter (2007: 7) bahwa seorang pemimpin adalah agen
perubahan yang akan bersikap lebih bijaksana dan berhati hati. Agen perubahan
adalah orang yang bertindak sebagai katalistor dan bertanggung jawab mengelola
proses perubahan.
Secara rinci mungkin dapat di
gambarkan peran pemimpin dalam konseling adalah sebagai berikut :
o
Memberikan
nasihat, mengatakan kepada orang apa yang harus dikerjakan
o Menentramkan
hati, memberi dorongan dan keyakinan kepada orang untuk menghadapi masalah.
o
Komunikasi
aktif, memberikan informasi dan pemahaman.
o Mengendurkan
ketegangan emosional, membantu orang agar merasa lebih bebas dari ketegangan.
o
Mengajak
berfikir jernih, mendorong pemikiran yang lebih masuk akal dan rasional.
o Reorientasi,
mendorong perubahan internal dalam tujuan dan nilai. dll
KESIMPULAN
Dari
uraian tersebut diatas, penulis dapat menyimpulkan beberapa hal terkait dengan
Peubahan, Stres dan Konseling yang dikaitkan dengan kepemimpinan adalah sebagai
berikut :
- Perubahan tidak bisa dihindi oleh karena itu harus di hadapi dan di kelolala agar dampaknya menjadi posisif.
- Manajemen perubahan perlu dilakukan secara berkesinambungna karena karyawan yang tidak siap menghadapi perubahan akan mengalami ketidakstabilan individu yang mengarah pada kondisi stres
- Perubahan organisasi adalah perubahan organisasional yang merupakan transformasi secara terencana atau tidak terencana di dalam struktur organisasi, teknologi dan atau orang.
- Penyebab atau tekanan perubahan karena faktor internal dan faktor external perusahaan.
- Perubahan organisasi pada dasarnya mempunyai tujuan agar organisasi dapat beradaptasi dengan lingkungannya, dan dapat mengubah sikap serta perilaku pegawainya sehingga pegawai dapat bekerja dengan produktif untuk mencapai misi organisasi.
- Sumber perubahan dan kekuatan tekanan perubahan dapat terjadi dari internal organisasi maupun external organisasi.
- Perlawanan terhadap perubahan dapat terjadi secara individu maupun kelompok. Tetapi pada dasarnya hal tersebut terjadi karena kekhawatiran terhadap posisi yang telah di jalankan.
- Mengatasi perubahan dapat dilakukan dengan berbagai cara, tetapi intinya adalah peran akif dari individu atau kelompok yang menolak. Harapannya adalah kondisi organisasi tetap stabil walaupun perubahan terjadi.
- Stres secara sederhana dapat diartikan sebagai respon tubuh terhadap setiap perubahan. Stres berdampak poistif dan negatif terhadap individu maupun organisasi. Sehingga butuh pengelolaan yang baik dan benar.
- Stres tidak muncul begitu saja, ada banyak faktor yang mempengaruhi atau yang mengakibatkan munculnya stres. Pengaruh tersebut dapat muncul dari individu, lingkungan pekerjaan atau bahkan dari luar pekerjaan.
- Apabila stres telah timbul, maka dapat di lakukan pembenahan secara bertahap dan berkesinambungan, baik yang bersifat individual maupun stres dalam kelompok organisasi.
- Konseling dirancang untuk membantu setiap orang memahami dan memperjelas pandangan hidupnya, dan belajar mencapai tujuan yang ditentukan sendiri melalui pilihan-pilihan yang bermakna dan penyelesaian masalah-masalah yang di hadapi.
- Pemimpin sebagai sosok yang paling bertanggung jawab dalam organisasi. Karena pengambilan kebijakan strategis ada pada pemimpin tersebut.
- Terkait perubahan pemimpin dapat menjadi agen sekaligus pemimpin opini dan tindakan prefentif terhadap perkembangan terjadinya perubahan dalam suatu organisasi.
- Tekait stress, maka pemimpin dapat bertindak sebagai manager yang memerankan fungsi manajemen. Artinya dapat mengidentifikasi, mencari penyebab dan menyelesaikan atau memberikan output untuk penanganan stress.
- Tekait dengan konseling, pemimpin dapat berfungsi sebagai konselor sekaligus pembimbing bagi individu atau kelompok yang memiliki permsalahan kerja.
- Inti peran pemimpin dalam kontek perubahan organisasi, stress dan koseling adalah sebagai pengambil keputusan strategis, sebagai agen perubahan, sebagai manajer dan sebagai konselor.
DAFTAR PUSTAKA
Anthony, W.P, Perrewe, P.L,
Kacmar, K.M., 1999. Human Resource Management “A Strategic Approach”,
Third Edition. The Dryden Press, USA
Ivancevich, J.M, Konopaske,
R., Matteson, M.T., 2007. Perilaku
dan Manajemen Organisasi, jilid 1, Edisi
ke tujuh. Erlangga, Jakarta
Ivancevich, J.M, Konopaske,
R., Matteson, M.T., 2007. Perilaku
dan Manajemen Organisasi, jilid 2, Edisi
ke tujuh. Erlangga, Jakarta
Kreitner, R., & Kinicki,
A., 2005. Perilaku Organisasi. jilid 2, Edisi ke 5. Penerbit Salemba Empat,
Jakarta.
Luthan. F., 2006. Perilaku
Organisasi. Edisi Kesepuluh Penerbit
Andi, Yogyakarta
Mohyi. A., 2013. Teori dan
Perilaku Organisasi. UMM Pers, Malang.
Robbins, P.S, & Coulter,
M., 2007. Manajemen. Jilid 2, Edisi ke 8. PT Indeks, Jakarta.
Sujak. A., 1990.
Kepemimpinan Manajer. Rajawali Pers, Jakarta.
Wibowo., 2006. Manajemen
Perubahan. Edisi ke 2. Rajagrafindo
Persada, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar